Translate

askep myoma


LAPORAN PENDAHULUAN
MYOMA UTERI

I.       Definisi
Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri ( 2 % )dan pada korpus uteri ( 97 % ), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.

II.    Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa
 Myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.

III. Patofisiologi
(terlampir)

IV. Lokalisasi Mioma Uteri
1.      Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2.      Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh kearah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada permukaan uterus.

V.    Komplikasi
1.      Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2.      Torsi (putaran tangkai )
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3.      Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

VI. Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Darah Lengkap
      Haemoglobin   : turun                          Albumin          : turun
      Lekosit                        : turun/meningkat       
      Eritrosit           : turun
2.      USG
      Terlihat massa pada daerah uterus.
3.      Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4.      Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5.      Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6.      ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.

            Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai.. Pada mioma uteri yang masih kecil  khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.
            Adapun cara penanganan pada mioma  uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal.
            Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )
   TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis .
            Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic diseas, leymiomas dan chronic endometriosis.

VII.          Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI, 1991 ).

1.      Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
a.       Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b.      Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c.       Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap  perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

2.      Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut  adalah :
  1. Lokasi nyeri :
  2. Intensitas nyeri
  3. Waktu dan durasi
  4. Kwalitas nyeri.

3.      Riwayat Reproduksi
  1. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
  1. Hamil dan Persalinan
1)      Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini  dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2)      Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.

4.      Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.

5.      Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar  tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar  merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien  yang memakai anaestesi general.


6.      Tingkat  Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan  sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.

7.      Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah  pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya  kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.

8.      Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih  pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

B.     Diagnose Keperawatan
1)      Gangguan Rsa nyaman (nyeri ) berhubungan dengankerusakan jaringan otot dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah neyeringai.
2)      Gangguan eleminasi miksi  (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
3)      Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual .
4)      Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi yang kurang benar. 

C.    Rencana Tindakan
Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf.   :
1)      Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
2)      Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
3)      Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
4)      Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
5)      Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
6)      Observasi efek analgetik (narkotik )
7)      Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan, oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.
1)      Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine
2)      Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3)      Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
4)      Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
5)      Perhatikan kateter urine  : warna, kejernihan dan bau.
6)      Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat untuk melancarkan urine.
7)      Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
1)      Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2)      Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3)      Libatkan klien dalam perawatannya
4)      Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.
5)      Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
6)      Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
7)      Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas, menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan denganterbatasnya imformasi.
1)      Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
2)      Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
3)      Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4)      Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
5)      Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
6)      Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
7)      Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
·         Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan sirklus penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu seterusnya sampai umur menopause.
·         Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan mengurangi resiko osteoporosis
·         Jelaskan resiko penggunaan therapy
·         Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah, pusing dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada payudara.


DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta

Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001

…………….2001. Diktat Kuliah Ilmu Keperawatan Maternitas TA : 2000/01 PSIK.FK. Unair, Surabaya

Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta

 

The Big Year (2011) BRRip 650mb




          [GENRE]:……………………[ Comedy
[FORMAT]:…………………..[ Matroska
[FILE SIZE]:………………..[ 648 MiB
[NO OF CDs]:………………..[ 1
[RESOLUTION]:……………….[ 1280*544
[ASPECT RATIO]:……………..[ 2.25:1
[FRAME RATE]:……………….[ 23.976 fps
[LANGUAGE ]:………………..[ English
[SUBTITLES]:………………..[ muxed
[ORIGINAL RUNTIME]:………….[ 01:43:00
[RELEASE RUNTIME]:…………..[ 01:43:00
[SOURCE]:…………………..[ 720p.amiable
[iMDB RATING]:………………[ 5.9]

movie info :
File: ThBgYr.2011.BRRip_mediafiremoviez.com.mkvSize: 680501700 bytes (648.98 MiB), duration: 01:43:09, avg.bitrate: 880 kb/sAudio: aac, 48000 Hz, stereoVideo: h264, yuv420p, 1280x544, 23.98 fps(r) (eng)mediafiremoviez.com




download via MF/part1/part2/part3/part4 
gabungkan file dengan hj-splite





Askep cistitis

pengkajian umum sistem endokrin

Kelainan Cairan Tubuh

Diabetes melitus

KURETASE


KURETASE


BATASAN
Kuretase adalah cara mengosongkan/membersihkan hasil konsepsi dari dalam rahim dengan memakai alat kuretase. (1) Sedangkan kuretase untuk diagnostik adalah mengambil jaringan endometrium. 2

INDIKASI KURETASE
1 Indikasi diagnostik meliputi : (2,3)
     Metroragia
     Perdarahan uterus disfungsional
     Infertilitas
     Amenore sekunder (diduga adanya endometritis tuberkulosis)
     Karsinoma endometrium
     Polip Uteri
     Perdarahan postmolar (mungkin disebabkan oleh koriokarsinoma)
1 Indikasi terapeutik meliputi : (2,3)
     Abortus inkomplit, abortus insipiens, missed abortion
     Sisa jaringan plasenta pasca persalinan
     Molahidatidosa

LANGKAH KLINIK KURETASE : (4)
1.  Persetujuan tindakan medik
2.  Persiapan sebelum tindakan
3 Pasien
4 Cairan dan selang infus sudah terpasang
5 Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun
6 Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner (termasuk oksigen dan regulator)
7 Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
8 Medikamentosa (kerja sama dengan bagian anestesi)
9 Analgetika ( Pethidin 1 - 2 mg/kgBB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kgBB, Tramadol 1-2 mg/kgBB )
10 Sedativa (Diazepam 10mg)
11 Atropin Sulfas 0,25 - 0,50mg/ml
12 Larutan antiseptik (Poviden Iodin 10%)
13 Oksigen dan regulator
14 Instrumen
15 Cunam tampon                    : 1 buah
16 Cunam peluru atau tenakulum         : 1 buah
17 Klem ovum lurus                  : 1 buah dan lengkung 1 buah
18 Sendok kuret                       : 1 set
19 Senala kavum uteri               : 1 buah
20 Spekulum Sim's atau L          : 2 buah
21 Kateter karet                       : 1 buah
22 Tabung suntik dan jarum suntik No. 23 sekali pakai : 2 buah

PENOLONG (Operator dan asisten) :
1 Baju kamar tindakan, topi, masker, pelapis pelastik, kacamata pelindung : 3set
2 Alas kaki : 3 pasang
3 Instrumen
4 lampu sorot                          : 1 buah
5 mangkok logam                     : 2 buah
6 penampung darah dan jaringan         : 1 buah
7 penampung urine                   : 1 buah

8 Pencegahan infeksi
Penolong (Operator dan asisten)
9 Cuci tangan dan lengan hingga siku dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan handuk kering
10 Pakai perlengkapan kamar tindakan dan sarung tangan steril
11 Pasien Dengan posisi lithotomi, pasangkan kain penutup steril

TINDAKAN :
1 Instruksikan untuk memberikan sedativa dan analgetika melalui karet infus (pethidin diberikan secara intra muskuler)
2 Kosongkan kandung kemih dan lakukan periksa dalam
3 Ganti sarung tangan
4 Pasang spekulum Sim's/L sampai pada posisinya dan minta asisten untuk menahan spekulum atas pada posisinya
5 Bersihkan vagina dan serviks dengan kapas dan larutan antiseptik
6 Jepit serviks dengan cunam peluru pada posisi jam 11 dan jam 13
7 Lakukan pemeriksaan dalamnya dan lengkung uterus (sondage)
8 Bersihkan jaringan yang tertahan pada canalis servikalis dan kavum uteri dengan cunam ovum yang lengkung
9 Lanjutkan pengerokan dinding uterus dengan sendok kuret
10 Keluarkan semua jaringan yang masih ada dalam kavum uteri
11 Lepaskan jepitan cunam pada serviks
12 Kontrol perdarahan
13 Lepaskan spekulum atas dan bawah

DEKONTAMINASI :
1 Masukkan semua instrumen bekas pakai ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5% selama 10 menit
2 Buang sampah habis pakai ke tempatnya
3 Bersihkan sarung tangan, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit

PERAWATAN PASCA TINDAKAN  :
1 Periksa tanda vital, catat dan buat laporan tindakan
2 Buat instruksi perawatan, pengobatan dan pemantauan pasca tindakan
3 Beritahukan pada suami/walinya bahwa tindakan telah selesai dan pasien masih memerlukan perawatan dan pengobatan lanjutan
4 Kirim jaringan kuretase untuk pemeriksaan PA
Pemberian obat antibiotika maupun uterotonika baik oral maupun injeksi sebelum, selama dan sesudah tindakan sesuai dengan penatalaksanaan masing-masing diagnosis tindakan.

KEMUNGKINAN TERJADINYA KOMPLIKASI : (1,5,6)
1 Perforasi uterus
2 Laserasi serviks
3 Perdarahan
4 Infeksi

PENANGANAN KOMPLIKASI : (1,5,6)
1.  Perforasi uterus :
Observasi bila robekan berukuran kecil, biasanya defek yang kecil sembuh dengan tanpa terjadi komplikasi. Bila kerusakan sampai intra abdominal dan lubang perforasi besar dan masuk ke kavum peritonium, segera lakukan laparatomi, jahit luka perforasi atau bila perlu histerektomi dan lakukan pemeriksaan isi abdomen khususnya usus.
2.  Laserasi serviks :
Bila luka cukup lebar harus dijahit
     Perdarahan :
Biasanya terjadi karena kontraksi rahim kurang sempurna, berikan oksitosin, kalau perlu pasang utero-vaginal tampon dan transfusi darah.
     Infeksi :
Berikan antibiotika sesuai penanganan infeksi pada diagnosis tindakan

KEPUSTAKAAN :
1. Mochtar R. Sinopsis Obstetri II, edisi ketiga, Jakarta: EGC, 1992 : 47-53
2. Asih Y. Penatalaksanaan Bedah Obstetri, Ginekologi dan Traumatologi di Rumah Sakit, edisi pertama, Jakarta: EGC 1993: 63
3. Melfiawati S. Kapita selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, edisi pertama, Jakarta: EGC, 1994: 511-13
4. Untoro R, dkk. Buku Panduan Pelatih, Pelatihan Keterampilan Klinik Esensial Dasar Obstetri dan Neonatal, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Keluarga: Jakarta, 1996 : 38-41
5. Cunningham FG, Mac'Donald PC, Gant NF. Obstetri William (Williams Obstetrics). Alih bahasa: Sojon: J. Hartono H, editor, Ronaldi DH, edisi 18, cetakan I, Jakarta EGC, 1995: 588-91
6. Husodo L. Usaha menghentikan kehamilan, dalam: Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 1994: 796-99.


ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT URETRO-CYSTITIS


MAKALAH KMB III
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT URETRO-CYSTITIS



A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Uretro Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih ( refluks urtrovesikal ), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.(Suzane, C. Smelzer. Keperawatan medikal bedah vol. 2. hal.1432)
Uretro Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang menyerang pada pasien wanita, dimana terjadi infeksi oleh Escherichia Coli.(Lewis.Medical Surgikal Nersing. Hal 1262)
Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan seksual dan diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi anti mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.
Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih.
2.  Klasifikasi
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
1. Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra.
2. Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.

3. Etiologi
• Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainanurologis atau kalkuli.
• Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella, enterobakter, serratea, dan pseudomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksitanpa komplikasi.
• Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis, kalkuli atau obstruksi.
• Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah vagina kearah uretra atau dari meatus terus naik kekandumg kemih dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karena infeksi E.coli.
• Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi diginjal, prostat, atau oleh karena adanya urine sisa(misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra, neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus.
Jalur infeksi
Ø  Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyalkit ini lebih sering ditemukan pada wanita
Ø  Infeksi ginjalyan sering meradang, melalui urine dapat masuk kekandung kemih.
Ø  Penyebaran infeksi secara lokal dari organ laindapat mengenai kandung kemih misalnya appendiksiti
Ø  Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.

 4. Patofisiologi
Cystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral.Kemudian bakteri tersebut berekolonisasi pada suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia eksterna menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan masuk ke kandung kemih.

5.  Manifestasi Klinis
Uretro Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
v  Disuria (nyeri waktu berkemih) karena epitelium yang meradang tertekan
v  Peningkatan frekuensi berkemih
v  Perasaan ingin berkemih
v  Piuria(Adanya sel-sel darah putih dalam urin)
v  Nyeri punggung bawah atau suprapubic
v  Demam yang disertai  hematuria (danya darah dalam urine) pada kasus yang parah.

6. Pemeriksaan diagnostik
a.  Urinalisis
1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2) Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.


b. Bakteriologis
ü  Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi, 102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria Ê 2 )
ü  Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
c. Pemeriksaan USG abdomen
d. Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP

7. Pengobatan
o   Pemberian terapi single : trimekstropin-sulfametroxazole (bactrhim,septa)
o   Pemberian terapi 1-3 hari : Nitrofurantoin (Macrodantin, Furadantin), Chephalaxin (keflek), Ciprofloksasim (cibrloksin, noroksin), Ofdlksasin (floksin)
o   Pemberian  anlgesik untuk mengurangi nyeri.

8. Komplikasi :
1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
2) Gagal ginjal
3) Sepsis

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus
a) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b) Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial :
Ø Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Ø Persepsi terhadap kondisi penyakit

Ø Mekanisme kopin dan system pendukung
Ø Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2. Diagnosa Keperawatan
1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada kandung kemih
2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan Inflamasi pada kandung kemih
3) Nyeri akut yang berhubungan dengan proses penyakit
4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

3. Perencanaan
a. Infeksi yang b.d adanya bakteri pada kandung kemih,
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Nilai kultur urine negative
3) Urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi :
1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
R/:Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh

2) Catat karakteristik urine
R/ :Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangandari hasil yang diharapkan.
3) Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
R/  :Untuk mencegah stasis urine
4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
R/ :Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
R/ :Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

b. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubungan dengan Inflamasi pada kandung kemih
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3) Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi :
1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
R/  :Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
R/  :Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
R/  :Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
R/  :Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
R/ :Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

c. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang
Kriteria Hasil :
1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2) Kandung kemih tidak tegang
3) Pasien nampak tenang
4) Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
R/ :Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
R/  :Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
R/  :Untuk membantu klien dalam berkemih
4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
R/ :Analgetik memblok lintasan nyeri

d. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda- tanda gelisah.

Kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah
2) Klien tenang

Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
R/ :Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
R/ :Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3) Beri support pada klien
R/  :Meningkatkan respon fisiologis pada klien
4) Beri dorongan spiritual
R/ :Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5) Beri penjelasan tentang penyakitnya
R/  : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.


DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer dkk .2000. Kapita Selekta Kedokteran , Edisi 3 , Jilid 1.Jakarta: EGC
Bruner & Sudarth.2002.Keperwatan Medikal Bedah vol 2 edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa      Keperawatan. Jakarta : EGC.
Lewis, dkk.2004. Medical Surgical Nursing vol.2. New York : Mosby

JADWAL BOLA